Baru-baru ini terjadi banjir rob di Bontang. Banjir ini bukanlah pertama kali terjadi, tetapi sudah langganan banjir di beberapa tahun terakhir, tercatat ada empat kelurahan yang terdampak banjir rob, dengan jumlah korban hingga ribuan orang, juga berbagai fasilitas umum seperti sekolah tak luput dari dampak banjir rob ini. Banjir juga terjadi di beberapa kota dan kabupaten yang bertetangga dengan Bontang yakni Berau, Kukar dan Kutim. Bahkan, di Berau memakan korban jiwa.
Penyebab banjir selain karena tingginya pasang air laut yang disebabkan pemanasan global, juga disebabkan karena adanya alih fungsi lahan, diantaranya lahan hutan mejadi lahan perkebunan sawit, lahan pertambangan, deforestasi, dan daerah resapan air juga banyak dijadikan lahan pemukiman, hal inilah yang memicu banjir semakin tinggi dari tahun ke tahun.
Hal ini bukanlah menjadi sesuatu yang harus dibiarkan, mesti ada perhatian serius terhadap masalah ini, baik karena banjir rob atau banjir “kiriman” yang juga sering terjadi. Karena pada kenyataannya yang banyak terjadi adalah solusi yang diberikan tidak pernah sampai menyentuh akar permasalahan, yang terjadi adalah hanya memperbaiki derifat yang merupakan cabang yang kecil. Tidak cukup hanya memperbaiki gorong-gorong jalanan, tidak cukup hanya meninggikan jalanan, tidak cukup hanya sekedar membagikan makanan pada korban banjir.
Melihat permaslahan banjir haruslah dengan konfrehensif, karena permasalahan banjir tidak berdiri sendiri, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab banjir dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, hingga bisa dikatakan masalah banjir adalah masalah sistemik. Karena penyebab banjir bukan hanya karena tingginya pasang air laut, akan tetapi ada factor lain, seperti alih fungsi lahan yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan, termasuk pemanasan global yang sampai hari ini belim bisa diatasi sehingga menyebabkan cuaca ekstrim, maka ketika kita berbicara fator lain selain tingginya air laut maka hal ini terkait kebijakan penguasa, seperti alih fungsi lahan, yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air.
Ketika kita berbicara kebihjakan penguasa, maka kita bicara sistem apa yang dijalankan penguasa saat ini, maka sistem inilah yang menetukan bagaimana pananganan dan penyelesaian masalah banjir.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem sekuler kapitalis menganut kebebasan kepemilikan sehingga terciptalah keserakahan yang luar biasa. Lahan-lahan yang seharusnya menjadi tempat bagi berlindungnya habitat alam juga tempat resapan air, beralih fungsi menjadi lahan perkebunan yang hanya menguntungkan segelintir pemodal besar, termasuk membuka lahan hutan untuk dijadikan lahan pertambangan, yang menyebabkan kerusakan alam dan ekosistem sehingga keseimbangan alam terganggu. Yang pada akhirnya rakyat kecillah yang selalu merasakan dampaknya seperti banjir yang semakin tidak terkendali.
Agar kejadian banjir ini tidak terus terjadi, maka perlu adanya upaya yang serius dan sungguh-sungguh, baik dari kalangan rakyat terlebih lagi bagi pemerintah. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mengatasi banjir.
Dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara paripurna, negara memiliki kebijakan canggih dan efisien untuk mengatasi banjir. Kebijakan ini meliputi sebelum, ketika, dan pascabanjir. Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka negara akan menempuh upaya-upaya sebagai berikut:
Pertama, negara akan membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.
Kedua, negara akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain). Selanjutnya, membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut.
Ketiga, negara membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase, atau apapun namanya untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air; atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman. Secara berkala, mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan.
Keempat, membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air. [1]
Selain itu, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, negara akan menggariskan beberapa hal penting. Seperti, kebijakan tentang master plan, mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan, membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana, menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi, menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin, dan juga memberikan sanksi tegas kepada oknum oknum yang melakukan aktivitas pembalakan hutan dan ilegal logging. Di samping itu, terus-menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.
Dalam menangani korban-korban bencana alam, negara akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Negara menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Juga mengerahkan para alim ulama untuk memberikan tausiyah-tausiyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT. Dengan kebijakan ini, insya Allah, masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas.
Wallahu a’lam bish shawab.