Trending.co.id, Bontang – Permasalahan terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Tanjung Limau terkait pengelolaannya. Dua perusahaan yakni PT Bontang Karya Utamindo (BKU) dan PT Bontang Surya Pratama (BSP) sempat berselisih.
Dimana, dijelaskan oleh Ketua Komisi II DPRD Bontang, Rustam bahwa legalitas SPBN berada di bawah tanggung jawab PT BKU yang merupakan anak perusahaan Perumda AUJ Bontang, namun secara pengelolaan berada di PT BSP. Rustam pun berharap kedua belah bisa menjalin komunikasi yang baik, mengingat ini merupakan SPBN yang melayani nelayan dengan BBM bersubsidi.
“Semangat dari SPBN ini karena ada saudara kita yang bekerja sebagai pencari ikan di laut, mereka tentunya membutuhkan solar bersubsidi,” terang Rustam usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direktur Perumda AUJ, Dewan Pengawas Perumda AUJ, Direktur PT Bontang Karya Utamindo (BKU), dan Direktur PT Bontang Surya Pratama (BSP) terkait Hasil Kesepakatan Pengelolaan SPBN Tanjung Limau di Ruang Rapat Sekretariat DPRD Bontang, Senin (8/5/2023).
Rustam bersyukur, rapat yang diagendakan dihadiri oleh Dewan Pengawas kedua belah pihak. Sehingga rapat berjalan tidak terlalu panjang dan menghasilkan kedua belah pihak sepakat melakukan adendum atau perubahan kontrak.
“Yang jelas sudah ada kesepakatan, kalau tidak salah ada 9 kesepakatan yang diminta oleh PT BKU dan disetujui oleh pihak PT BSP,”ujarnya.
Dijelaskannya, proses penyelesaian persoalan ini cukup panjang. Karena sebelumnya, pihaknya sudah dua kali melakukan mediasi di luar, namun tidak ada titik temu.
“Saya harapkan ke depan tak ada lagi gesekan-gesekan. Kalau di rapat tadi kedua belah pihak masih tidak menghargai saya sebagai pimpinan rapat, maka saya akan memutuskan status SPBN dengan status quo,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus perselisihan SPBN tak bisa dianggap enteng, karena SPBN menyediakan BBM bagi nelayan dengan solar bersubsidi. Rustam pun berpesan kepada kedua pengelola SPBN agar terus bersinergi dan semangatnya untuk nelayan.
“Jangan berikan solar bersubsidi itu ke tempat-tempat lain. Kalau itu terjadi akan dikenakan pinalti Pertamina dan jadi temuan hukum serta pidana,” imbuhnya.
Terkait pembaruan kontraknya, baik itu adendum atau membuat kontrak baru, Rustam menyerahkan kepada kedua belah pihak. Namun dalam perjanjian lama dan permintaan baru hanya ada 9 point, dan kontrak tersebut berakhir pada 2025.(din/adv)