Baru-baru ini Pemerintah Kota Bontang mengeluarkan pernyataan untuk serius beralih ke kendaraan listrik, ini dibuktikan dengan adanya anggaran pengadaan mobil berplat merah di lingkungan Pemkot Bontang. Menurut Wali Kota Bontang Basri Rase, pengadaan ini dilakukan dalam rangka menjalankan mandat dari instruksi presiden tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pengadaan mobil listrik ini digadang-gadang akan mengurangi polusi dan emisi, bukan hanya dilingkungan Pemerintah Kota Bontang tetapi juga didorong agar semua perusahaan besar yang berada di Kota Bontang ikut menyukseskan rencana peralihan ke mobil listrik. [1]
Kendaraan listrik yang sedang dikembangkan sekarang seperti Gesits, Tesla, hingga Hyundai merupakan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) yang akan menggunakan listrik hasil pengisian di berbagai tempat. Tanpa menggunakan mesin pembakaran, tentunya KBLBB tidak akan menghasilkan emisi karbon monoksida seperti kendaraan bermotor yang kita gunakan sekarang. Terdengar bagus bukan?
Dalam permasalahan seperti ini, kita tidak bisa melihat sesuatu dari satu sisi saja. Kita mesti jeli melihat efek-efek yang akan disebabkan dari penggunaan KBLBB secara masif. Ketika kendaraan listrik menjadi mudah didapatkan, akan terjadi peningkatan permintaan energi listrik. Tak hanya untuk mengisi baterainya, produksi dari baterai yang digunakan oleh kendaraan listrik pun memerlukan energi yang besar. Dibarengi dengan pertumbuhan penduduk, hal ini akan meningkatkan ketergantungan manusia terhadap energi listrik.
Sayangnya, Indonesia sendiri masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai sumber energi listrik yang tidak rendah emisi. Meskipun pemerintah menargetkan pada tahun 2025 penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) akan mencapai 25 persen, pada kenyataannya Indonesia masih sangat bergantung pada kontribusi batubara dan gas. Menurut data yang disampaikan oleh Direktur Mega Project PLN Muhammad Ikhsan Asaad, subtotal penggunaan bahan bakar fosil mencapai 87,4 persen pada tahun 2020.[2]
Kendaraan listrik memang secara umum menguntungkan jika dibandingkan dengan kendaraan bermotor konvensional. Mulai dari emisi yang jauh lebih sedikit hingga harga yang semakin lebih murah. Namun, Perlu ada penyesuaian mengenai sumber energi yang digunakan, penanganan limbah, regulasi, serta dampaknya terhadap kehidupan sosial. Jangan sampai kendaraan yang dianggap “hijau” ini malah menjadi bumerang bagi kita dan tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Ditengah wacana pengadaan kendaraan listrik yang anggarannya jelas lebih mahal, semestinya kita juga tidak boleh berpaling dari persoalan lokal, pengadaan kendaraan listrik ditengah harga yang semakin meningkat tentu bukan sesuatu yang elok dilakukan, banyak problem yang menjadi PR bagi pemerintah kita, angka stunting yang semakin tinggi, persoalan kesehatan warga, pengangguran yang diakibatkan rendahnya pendidikan, ini juga tak boleh lepas dari fokus utama.
Dari kondisi yang disebutkan diatas, maka harus ada prioritas dalam menangani berbagai permasalahan masyarakat, salah satunya adalah bagaimana menyelesaikan masalah ekonomi karena sebagian besar rakyat masih jauh dari kesehjateraan. Dan efek dari kesehjateraan rakyat yang rendah ini, sangat terkait dengan kualitas generasi, pendidikan hingga kesehataan. Sehingga disituasi ekonomi rakyat yang sulit saat ini keberadaan mobil listrik belum begitu urgent dibandingkan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi mayoritas rakyat hari ini.
Jika kita ingin mencontoh bagaimana para pemimpin muslim dalam meriayah dan mengurus rakyat yang merupakan amanah dari Allah SWT, tentu akan lebih mudah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi saat ini. Yang pastinya adalah ketika ingin keluar dari berbagai permasalah hari ini yang disebabkan penerapan sistem kapitalisme yang menyengsarakan rakyat, maka kita harus menerapkan sistem yang shaih yaitu sistem Islam.
Dengan diterapkannya sistem Islam, kita dapati bagaimana sosok pemimpin dalam Islam yang meriayah rakyatnya dengan bersungguh-sungguh dan begitu takut jika ada rakyatnya yang mengalami kekurangan. Sejarah Islam mencontohkan kita, bahwa persoalan pengurusan urusan umat menjadi hal yang utama dibandingkan pengadaan kendaraan bagi pejabat, sejarah telah menorehkan tinta emasnya, sebutlah Khalifah ketiga dalam Islam yakni Umar bin Khattab yang senantiasa memiliki kebiasaan yang mungkin tidak dimiliki oleh pejabat sekelas beliau, ia senantiasa berkeliling di malam hari untuk memastikan bahwa tidak ada warganya yang merasakan kesulitan akibat kepemimpinannya, pernah juga beliau memikul gandum dari baitul mal untuk diberikan kepada warganya, saat ajudan beliau ingin menggantikan posisi beliau untuk memikul beban tersebut, Khalifah Umar bin Khattab justru enggan, karena ia menyadari kepemimpinan itu adalah amanah, yang kelak di yaumil akhir akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.
Pernah juga dimasa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang memerintahkan untuk menabur biji-bijian di atas bukit bersalju untuk dimakan oleh para burung, MasyaAllah, sungguh kita merindukan sosok kepemimpinan yang berfokus pada kemaslahatan rakyat. Dan itu akan terjadi jika di dalam dada dan pikirannya berfokus pada akhirat. Ketaqwaan individu yang didasarakan pada keimanan kepada Allah. Sehingga sejahtera bukan hanya menjadi wacana tetapi menjadi realitas dengan penerapan aturan dari Ilahi. Wallahu a’lam bi showab.
[1] https://bontangpost.id/pemkot-bontang-mulai-ganti-kendaraan-dinas-pns-jadi-mobil-listrik/
[2] https://www.its.ac.id/news/2022/03/11/euforia-kendaraan-listrik-apakah-sehijau-yang-kita-pikirkan/