Trending.co.id, Kaltim – Upaya penyelesaian konflik batas wilayah antara Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memasuki fase krusial melalui rapat fasilitasi mediasi yang digelar di Kantor Badan Penghubung Kalimantan Timur, Jakarta. Rapat ini menjadi bagian dari tindak lanjut atas Judicial Review Nomor 10/PUU-XXII/2024 yang tengah diproses di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (31/7/2025).
Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud. Sejumlah pejabat penting hadir, termasuk Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, Wakil Wali Kota Agus Haris, Bupati Kukar Aulia Rahman Basri, serta Ketua DPRD dari masing-masing daerah.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, mendorong agar proses mediasi diperkuat dengan kunjungan lapangan guna melakukan verifikasi terhadap kondisi sosial dan geografis masyarakat Dusun Sidrap. “Jarak tempuh dan akses publik menjadi pertimbangan penting. Verifikasi di lapangan akan memberi gambaran utuh sebelum MK mengambil keputusan,” ujarnya.
Gubernur Rudy Mas’ud menyambut baik usulan tersebut dan membuka opsi mediasi lanjutan yang bisa digelar di Jakarta atau di Kalimantan Timur, dengan menghadirkan kementerian terkait seperti Kementerian ATR/BPN, Kehutanan, dan Perkebunan. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi seluruh pihak untuk menghasilkan keputusan yang adil dan berkelanjutan.
Sementara itu, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan kajian atas tiga skema perubahan batas wilayah, mengacu pada UU Nomor 47 Tahun 2005 dan Permendagri Nomor 25 Tahun 2005. Ia juga memaparkan rencana pembangunan lima tahun ke depan, termasuk program pemekaran Sidrap menjadi desa dan pengembangan 100 ribu hektare pertanian, salah satunya di kawasan tersebut.
Di sisi lain, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menegaskan bahwa permohonan judicial review hanya mencakup wilayah Dusun Sidrap. Ia menyampaikan bahwa pelayanan publik di kawasan tersebut secara de facto telah dilakukan oleh Bontang. “Sebagian besar warga Sidrap ber-KTP Bontang, akses pendidikan, kesehatan, dan transportasi pun mengarah ke kami,” jelasnya.
Dari data yang disampaikan, lebih dari 2.000 warga Sidrap memiliki identitas sebagai penduduk Kota Bontang, sedangkan hanya lima orang tercatat sebagai penduduk Kutim. Fakta ini, menurut Neni, menjadi dasar kuat dalam mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi dalam proses hukum di MK.
[ADV | DPRD KALTIM]












Discussion about this post