Trending.co.id, Samarinda – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberikan klarifikasi terkait status legalitas perumahan Kopri Loa Bakung. Permintaan ini muncul akibat polemik yang mengakibatkan kebingungan di kalangan masyarakat terkait legalitas perumahan tersebut.
Hampir tiga dekade berlalu tanpa peningkatan status menjadi hak milik terkait tanah perumahan Korpri di Kecamatan Loa Bakung. DPRD Kaltim meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim untuk mengajukan permintaan resmi kepada Kemendagri guna mendapatkan jawaban resmi terkait masalah ini.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, setelah memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai tindak lanjut pembahasan status Hak Guna Bangunan (HGB) perumahan Korpri di Samarinda.
“Kita perlu solusi yang jelas, jawaban yang tegas, baik itu pahit atau manis. Hal ini penting agar kita dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Sapto Setyo Pramono, beberapa waktu lalu.
Sapto menyampaikan bahwa, untuk memastikan langkah-langkah selanjutnya, pihaknya sepakat mengirim perwakilan dari Pemprov, DPRD Kaltim, dan warga Loa Bakung untuk melakukan konsultasi langsung ke Kemendagri.
“Kepastian ini harus kita peroleh, oleh karena itu, kita akan mengirim tiga perwakilan sekaligus ke Kemendagri untuk mencari kejelasan. Bahkan kita siap menyediakan akomodasi untuk memfasilitasi keberlangsungan konsultasi ini,” tambah Sapto.
Sapto menegaskan bahwa langkah ini mencerminkan komitmen Pemprov dan DPRD Kaltim dalam melayani keluhan masyarakat. Ia menekankan pentingnya tidak ada persepsi negatif terhadap lembaga pemerintahan di Kaltim terkait respons terhadap keluhan dan aspirasi warganya sendiri.
“Ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap masyarakat, agar tidak ada lagi anggapan bahwa Pemprov atau DPRD tidak perduli terhadap masalah tanah di Loa Bakung ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sapto menjelaskan bahwa status tanah perumahan belum mengalami perubahan. Statusnya masih merupakan milik Pemprov sesuai dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dapat diperpanjang.
“Permasalahan utama di sini adalah upaya untuk mengubahnya menjadi Surat Hak Milik (SHM). Awalnya, itu hanya hak pengelolaan, bukan hak milik, sesuai dengan aturan awalnya,” tambahnya.
Menurutnya, untuk saat ini, HGB diperpanjang hingga 30 tahun ke depan, dengan syarat tidak dijual kepada pihak non-PNS.
“Semuanya tergantung pada keputusan gubernur untuk memperpanjang HGB kapan dan untuk berapa lama. Aturannya adalah 30 tahun atau 20 tahun, selama tidak ada perubahan fungsi tanah,” pungkasnya.(asr/adv dprd kaltim)
Discussion about this post