Lagu lama yang terus didengungkan. Narasi radikalisme yang tidak ada kejelasannya ini menjadi isu seksi yang tak pernah sepi dari pembahasan. Pada masa PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) menjadi salah satu momentumnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat ini mengatakan banyak penyusupan radikalisasi masuk ke kampus dan pesantren. menurutnya meski jumlahnya berkurang, namun substansinya belum tentu berkurang. Berikut dia menjelaskan sikap radikal yang dimaksud adalah tidak setuju terhadap suatu ideologi, menentang pemerintah, menentang ideologi Pancasila dan menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kompas.com – 05/07/2023.
Sejalan dengan itu, Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Jawa Timur Densus 88, Kombespol Iwan Ristianto memberikan materi soal pencegahan paham radikalisme untuk para Maba, dia mengatakan bahwa penegak hukum bisa membunuh pelaku kejahatan terorisme tapi tidak bisa membunuh pemikiran tentang terorisme, ucapnya kepada 15.487 Maba Universitas Brawijaya dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) pada senin 14 agustus 2023. Timesindonesia – 15/08/2023
Direktur Riset Setara Institute, Halili mengungkapkan, sebanyak 10 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia terpapar paham radikalisme, hal itu diungkapkannya berdasarkan hasil penelitian bertajuk Wacana dan Gerakan Keagamaan di Kalangan Mahasiswa: Memetakan Ancaman atas Negara Pancasila di PTN. Hotel Ibis Jakarta, jumat 31 Mei 2019.
Pada 2016, BNPT menyatakan, gejala radikalisme telah menyebar di kalangan mahasiswa lewat berbagai saluran.
Islam Radikal = Propaganda Barat
Radikalisme adalah istilah Barat, bukan dari Islam. Radikalisme berasal dari kata radical atau radix yang berarti “sama sekali” atau sampai ke akar akarnya. Dalam kamus Inggris-Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disama-artikan (sinonim) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”. Radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada kata “akar” atau mengakar.
Istilah fundamentalisme atau radikalisme muncul pertama kali di Eropa pada akhir abad ke-19. Istilah ini untuk menunjukkan sikap gereja terhadap ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat modern serta sikap konsisten mereka yang total terhadap agama Kristen. Gerakan Protestan dianggap sebagai awal mula kemunculan fundamentalisme. Mereka telah menetapkan prinsip-prinsip fundamentalisme pada Konferensi Bibel di Niagara tahun 1878 dan Konferensi Umum Presbyterian tahun 1910. Saat itu mulai terkristalisasi ide-ide pokok yang mendasari fundamentalisme. Ide-ide pokok ini didasarkan pada asas-asas teologi Kristen, yang bertentangan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang lahir dari ideologi Kapitalisme yang berdasarkan akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme).
Barat sendiri menjadikan Istilah radikalisme sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat akan selalu mengidentikkan Radikalisme dengan ajaran islam yang fundamental. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang mengancam dan membahayakan. Monsterisasi inilah yang kelak melahirkan islamophobia di Barat dan seluruh dunia.
Isu Radikalisme di Perguruan Tinggi tidak lepas dari isu War On radicalism yaitu wajah baru dari Global War On Terorism yang digaungkan oleh AS sejak peristiwa WTC 9/11 2001. Propaganda ini dimaksudkan untuk menggerus nilai-nilai fundamental islam dalam diri kaum muslim yang bertentangan dengan keyakinan sekulerisme ala Barat, begitu pula di kalangan kampus propaganda narasi radikalisme ini dimaksudkan untuk menjadikan islam ditakuti, dijauhi dan dianggap kuno serta tidak relevan oleh mahasiswa
Sekulerisme Ancaman Sesungguhnya
Sistem sekuler kapitalisme sejatinya lebih berbahaya di dunia pendidikan. Bahaya kerusakannya jauh lebih ngeri. Sekularisme telah membuat moral generasi rusak dan minus kepribadian. Gaya hidup hedonis liberal membuat pergaulan kian bebas dan bablas. Narkoba, perzinaan, aborsi, tawuran, bullying adalah sederet kasus yang diakibatkan sistem pendidikan sekuler liberal. Sistem sekuler telah mendistorsi Islam sebatas agama ritual. Alhasil, Islam makin jauh dari kehidupan dan tidak lagi menjadi pedoman hidup bagi generasi saat ini.
Kapitalisasi dunia pendidikan juga membuat rakyat kesulitan mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi. Sebagai contoh, mahalnya biaya UKT membuat banyak calon mahasiswa baru mengundurkan diri dari perguruan tinggi negeri. Keluhan biaya UKT tidak hanya dialami calon maba, melainkan juga mahasiswa lama yang sudah menjalani perkuliahan beberapa semester.
Bukankah hal ini yang lebih mendesak dan penting dalam rangka menyelamatkan generasi dari kerusakan? Daripada sibuk bernarasi radikal-radikul, lebih utama menyelamatkan dan memperhatikan generasi kita agar terdidik cerdas serta berkarakter mulia. Mustahil bisa melahirkan generasi seperti ini dalam sistem sekulerisme.
Islam Menjaga Generasi
Pendidikan adalah pilar penting sebuah peradaban. Untuk menilai baik buruknya peradaban sebuah bangsa, lihatlah generasinya. Jika generasi rusak, peradaban tersebut tidak layak menjadi contoh.
Peradaban kapitalisme melahirkan banyak generasi “sampah”, contohnya di Amerika, Jepang, Korea, dan Eropa. Sekalipun disebut sebagai negara maju dengan kecanggihan teknologinya, hal itu tidak diimbangi dengan kualitas karakter generasi. Pernikahan sejenis dilegalkan, pergaulan bebas merajalela, perzinaan membudaya, dan angka bunuh diri sangat tinggi. Inikah yang disebut negara maju dan beradab? Jelas tidak.
Sungguh, Islam adalah sebaik-baik role model membangun peradaban maju dan berkarakter hebat. Berikut di antara rahasia Islam mampu bertahan dan menguasai dunia hingga 1.300 tahun lamanya.
Pertama, penerapan sistem pendidikan Islam secara holistik, yaitu kurikulum berbasis akidah Islam. Semua jenjang pendidikan dalam sistem Khilafah harus mengacu kurikulum ini. Tidak ada dikotomi agama dan ilmu dunia. Setiap ilmu yang dipelajari akan membuat iman makin kuat mengingat betapa luasnya ilmu Allah Swt. dan kebesaran Allah dalam menciptakan kehidupan ini.
Kedua, penerapan politik ekonomi Islam yang menyejahterakan. Politik ekonomi Islam akan menjadikan negara sebagai poros utama pelaksana pendidikan serta pelayan umat. Negara akan memfasilitasi saran pendidikan dengan infrastruktur yang lengkap dan memadai. Negara memenuhi kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan, dan papan dengan memberi kemudahan mendapatkannya.
Discussion about this post